Hukum beser atau orang yang selalu mengalami hadats (da`im al-hadats). Dan dalam konteks ini adalah hadats kecil, berupa air kencing. Maka disebut salis al-baul (orang yang tidak bisa menahan air kencing), sedangkan air kencingnya yang tidak bisa ditahan disebut dengan istilah salas al-baul.

Salas al-baul jika itu sedikit sebagaimana dikemukakan alam pertanyaan di atas termasuk najis yang dima’fu atau dmaafkan. Hal ini berdasarkan keterangan dari Ibnu ‘Imad sebagimana dikemukakan oleh Ibnu Hajar al-Haitsami dalam kitab al-Fatawi al-Kubra.

قَالَ ابْنُ الْعِمَادِ وَيُعْفَى عَنْ قَلِيلِ سَلَسِ الْبَوْلِ فِي الثَّوْبِ  وَالْعِصَابَةِ بِالنِّسْبَةِ لِتِلْكَ الصَّلَاةِ خَاصَّةً .وَأَمَّا بِالنِّسْبَةِ لِلصَّلَاةِ الْآتِيَةِ فَيَجِبُ غَسْلُهُ أَوْ تَجْفِيفُهُ وَغَسْلُ الْعِصَابَةِ أَوْ تَجْدِيدُهَا بِحَسَبِ الْإِمْكَانِ.

“Ibn al-‘Imad berkata, dan dima’fu sedikitnya air kencing yang tidak bisa ditahan keluarnya (beser) yang menimpa pakaian dan pembalut dengan disinbatkan khusus kepada shalat yang yang sedang dijalani, adapun untuk shalat selanjutnya maka wajib dibasuh atau dikeringkan, dan membasuh pembalut atau menggantinya dengan yang baru sesuai dengan kemampuan” (Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawi al-Fiqhiyyah al-Kubra, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 1, h. 166)

Ini artinya, ketika seseorang sedang menjalankan shalat kemudian keluar salas al-baul sedikit tidak membatalkan shalat. Namun untuk shalat yang berikutnya wajib dibasuh atau dikeringkan. Dan membasuh pembalut atau mengganti pembalu sebisa mungkin.

Jika melihat kondisi itu, dimana salas al-baul itu keluar dan tak bisa ditahan ketika sujud dan mau berdiri, maka solusinya adalah dengan melakukan shalat sambil duduk untuk menjaga agar tetap suci dan tidak perlu mengulang shalatnya. Ini adalah pendapat yang paling sahih menurut al-Baghawi penulis kitab at-Tahdzib sebagaimana dikemukan an-Nawawi dalam Raudlah ath-Thalibin.

وَقَالَ صَاحِبُ التَّهْذِيبِ لَوْ كَانَ سَلَسُ الْبَوْلِ بِحَيْثُ لَوْ صَلَّي قَائِمًا سَالَ بَوْلُهُ وَلَوْ صَلَّي قَاعِدًا اِسْتَمْسَكَ فَهَلْ يُصَلِّي قَائِمًا أَمْ قَاعِدًا وَجْهَانِ اَلْأَصَحُّ قَاعِدًا حِفْظًا لِلطَّهَارَةِ وَلَا إِعَادَةَ عَلَيْهِ عَلَي الْوَجْهَيْنِ

“Penulis kitab at-Tahdzib (al-Baghawi) berkata, seandainya air kencing yang tak bisa ditahan (salas al-baul) sekiranya apabila seseorang shalat dengan berdiri maka akan mengalir salas al-baul-nya, dan jika duduk dapat tertahan, lantas apakah ia shalat dengan berdiri atau duduk? Dalam hal ini ada dua pendapat (wajh). Pendapat yang paling sahih adalah ia shalat dengan cara duduk karena menjaga kesucian. Dan ia tidak perlu mengulangi shalatnya menurut dua pendapat tersebut” (Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, Raudlah ath-Thalibin wa ‘Umdah al-Muftin, Bairut-al-Maktab al-Islami, 1405 H, juz, 1, h. 139)

 

 

 

 

 

www.nu.or.id

Leave a Comment